Sabtu, Desember 9, 2023
Beranda Sample Page

Sample Page Title

Kontras TIMES.COM | Jatim – Raja-raja Kerajaan Blambangan (Marlambangan) semestinya bisa menjadi Raja dari kerajaan Islam pertama di Tanah Jawa, seandainya mereka tidak bersikukuh menolak Islam sebagai agama kerajaan.

Bahkan sejarah mencatat, penolakan raja-raja Blambangan seakan ingin mengubur sejarah bahwa Maulana Ishaq sebagai Salah Satu dari Waligo Songo generasi pertama telah menundukkan Kerajaan Blambangan Era pertama, ketika Kerajaan Blambangan dipimpin Bhre Pakembangan / Minak Dadali Putih / Raden Siung Laut atau lebih dikenal Raja Menak Sembuyu.

Penolakan yang begitu keras dan turun temurun bisa jadi untuk merubah alur sejarah atau menghapusnya jejak dari cerita yang tidak diinginkan oleh penguasa Kerajaan Blambangan, sampai kemudian sejarah tersebut kembali terbuka dari jalan yang berbeda, seperti sejarah leluhur kerajaan Blambangan pernah tunduk dengan Wali Songo periode Pertama.

Maulana Ishaq sebagai Salah Satu dari Waligo Songo Periode Pertama menaklukan leluhur Kerajaan Blambangan,  pada awal abad -14, atau bersamaan dengan masa setelah Syekh Subakir menaklukan Kerajaan Bangsa Jin di pulau Jawa.

Bukti yang tidak terbantahkan dari adanya penaklukan Kerajaan Blambangan tersebut adalah terjadinya Pernikahan Syekh Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu putri Prabu Sembuyu yang kemudian melahirkan Joko Samudro.(Kelahiran: 1442, Kerajaan Blambangan).

Wali Songgo Periode Pertama, ditandai saat Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, mengutus  Maulana Ishaq bersama delapan Ulama’ lainnya untuk berdakwah di Pulau Jawa Dwipa, terjadi sekitar tahun 1404 M, para ulama’ ini dikenal sebagai Wali Songo Periode Pertama:

1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.

2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.

3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.

4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.

5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.

6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.

7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.

8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.

9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang dihuni jin jahat.

Syaikh Maulana Ishaq Lahir di Pasai Pada awal tahun 1400 an Masehi. Ayah beliau Adalah Syaikh Ibrahim Asmarakandi/Makdum Brahim Asmara/Maulana Ibrahim Asmara dengan Ibu putri bangsawan Pasai yang bernama Nyai Retno Jumilah.Syaikh Maulana Ishaq ketika lahir diberi nama Ishaq Maqdum. Beliau mempunyai 2 saudara laki-laki beda ibu yang bernama Ali Murtadho (Raden Santri) dan Ali Rahmatullah( Sunan Ampel).

RIWAYAT KELUARGA SYAIKH MAULANA ISHAQ

Istri pertama Syaikh Maulana Ishaq yang bernama Syarifah Pasai dan dikaruniai putra :

Dewi Saroh ( Istri Sunan Kalijaga )
Istri kedua Dewi Sekardadu/ Raden Ayu Liyung Manoro/ Raden Ayu Sumbat Nyowo/ Raden Ayu Kusworo Dewi Putri Adipati Blambangan dan dikaruniai putra :

Ainul Yaqin (Sunan Giri/Jaka Samudra)

Sejarah Kerajaan Blambangan Pernah Menerima Agama Islam

Bahkan, dalam riwayat disebutkan, selain menikah dengan Dewi Sekardadu, Syekh Maulana Ishaq setelah berhasil menyembuhkan Dewi Sekardadu, ia dianugerahi Gelar Prabu Anom, dengan kekuasaan separuh dari kerajaan Blambangan dibawah kekuasaannya, selain itu, Syekh Maulana Ishaq juga diberi kebebasan untuk mengajarkan agama Islam kepada rakyat Blambangan.

Selain hadiah tersebut, Syekh Maulana Ishak mengajukan syarat tambahan Kepada Raja Minak Sembayu, yang syarat tersebut juga disetujui, yaitu: Raja Minak Sembayu untuk masuk agama Islam.

Hadiah yang begitu diberikan Prabu Minak Semboyo kepada Syekh Maulana Ishaq, menimbulkan kecemburuan dari Patih Blambangan Bajul Bajul Sengara sehingga ia melakukan beragam hasutan yang pada akhirnya menjadi tragedi yang memalukan dan ingin dihapus dalam sejarah Raja -raja pewaris Blambangan.

Tragedi tersebut adalah, pertama: Raja Minak Sembayu mengingkari janjinya untuk memeluk agama Islam, dan ini memicu kemarahan Syekh Maulana Ishak sehingga ia meninggalkan kerajaan Blambangan.

Tragedi kedua: ketika Prabu Minak Semboyo terlibat konspirasi untuk menyingkirkan Syekh Maulana Ishaq dan berencana membunuh Cucunya ( Joko Samudro) atau anak dari Putrinya Dewi Sekardadu dengan cara memerahkan Patih Bajul Sengara membuang Cucunya ke Laut selat Bali.

Pembuangan (Pembunuhan) Bayi Jaka Samudra anak Dewi Sekardadu-Syekh Malana Ishaq

Terjadinya tragedi saat kelahiran Joko Samudro lyang dibuang ke Laut Selat Bali, atas konspirasi Patih Bajul Sengara dan Raja Blambangan yaitu Prabu Minak Semboyo menjadi sejarah paling memalukan dalam sejarah Raja -raja Jawa, sehingga peristiwa tersebut, seakan-akan ingin dihapus oleh raja-raja Blambangan penerusnya.

Baca Juga:   Resmikan Masjid Syarif Abdurachman Cirebon, Wapres RI Ajak Masyarakat Lanjutkan Semangat Wali Songo

Karena itulah ketika Kerajaan Blambangan Era Kedua kembali dibangkitkan mereka tetap menolak Agama Islam sebagai agama kerajaan dan bersikukuh Kerajaan Blambangan Sebagai kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa.

Baca Juga:   Berbagi itu Indah, Satgas Pamtas Yonif 403/WP Berbagi Takjil kepada Masyarakat di Perbatasan Papua

(Kerajaan Blambangan Era Kedua: dimulai pada tahun 1489-1500, masa Bima Koncar hingga hingga Tawang Alun I (1645-1691), kemudian Tawang Alun II (1736-1763), Danuningrat (1763-1768) Wong Agung Wilis)

Bahkan kendatipun mereka kemudian mengetahui, pewaris Tahta Kerajaan Blambangan putra dari Syekh Maulana Ishak -Dewi Sekardadu putri Prabu Minak Semboyo, Joko Samudro telah menjadi raja Islam di Giri Kedaton.(Berdiri:1481)

Joko Samudro menjadi Raja Kerajaan Giri Kedaton dengan Gelar Kanjeng Sunan Giri atau Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden ‘Ainul Yaqin.(Berdiri; 1481).

Sebaliknya, Raja-raja dari kerajaan Islam hingga masa kejayaan Islam di Jawa Dwipa tidak pernah berusaha menaklukkan total Kerajaan Blambangan, sebab dari segi silsilah Lahirnya Kerajaan Islam, Joko Samudro (Sunan Giri) merupakan tokoh sentral dan menganggap Kerajaan Blambangan sebagai tempat dari asal dia dilahirkan dan tempat keluarganya.

Begitupun pada saat Sunan Giri berkuasa penuh untuk menggerakkan seluruh pasukan dibawah Kesultanan Demak, Sunan Giri belum pernah menyerang Kerajaan Blambangan.

Kendati generasi selanjutnya, beberapakali kerajaan Islam mencoba melakukan penaklukan Kerajaan Blambangan, dan Itu terjadi pasca Meninggalnya Raden Fatah Demak Buntoro dan meninggalnya Sunan Giri di Giri Kedaton.

Mataram Islam, mencoba melakukan penyerangan, seperti saat Mataram menaklukan Blambangan (1638-1649), hingga membuat Tawang Alun I melarikan diri ke timur gunung (wilayah Banyuwangi saat ini), Mataram hanya menawan Mas Kembar putra mahkota Kerajaan Blambangan, kemudian Mataram mengangkat Mas Kembar naik tahta dengan gelar Prabhu Tawang Alun II.(1645), meskipun kemudian Prabhu Tawang Alun II mengikuti jejak leluhur menolak tunduk dengan Mataram dengan tetap menjadikan Kerajaan Blambangan bercorak Agama Hindu.

Hubungan Majapahit dan Kerajaan Blambangan

Perbandingan, peristiwa yang sama, ketika Majapahit setengah hati untuk mengalahkan total Kerajaan Blambangan, bahkan dalam kisah Majapahit menumpas pemberontakan Bahre Narapati Bhre Narapati (Minak Jinggo), setelah berhasil ditumpas Majapahit ikut kembali mendirikan Kerajaan Blambangan dengan mengangkat Bhre Pakembangan sebagai Raja Blambangan (Prabu Minak Semboyo, Yang berarti kakek dari Sunan Giri raja Islam Giri Kedaton), yang merupakan keturunan dari Bhre Wirabhumi (Raja Majapahit Kedaton Timur saat terjadi perang Regreg atau perang saudara melawan Majapahit Kedaton Barat).

Masa Majapahit, meskipun berkali-kali dihadapkan pada pemberontakan Kerajaan Blambangan tetap tidak akan menumpas habis keturunannya Raja -raja Blambangan dikarenakan leluhur dari raja-raja Blambangan yaitu Arya Wiraraja merupakan pahlawan berdirinya Majapahit.

Arya Wiraraja juga tokoh sentral yang membantu Raden Wijaya membalas Pemberontakan  Jayakatwang yang telah meruntuhkan dan membunuh Kertanegara, raja terakhir dari Kerajaan Singasari, Arya Wiraraja juga membantu Raden Wijaya mengelabui pasukan Mongol yang kala itu Ikut membantu Raden Wijaya balas dendam mengalahkan Jayakatwang (Raja Kediri).

Arya Wiraraja juga membantu Majapahit menghentikan perlawanan Putranya Adipati Tuban Ranggalawe yang kala itu menolak kebijakan Raja Majapahit  Kartanegara yang mengangkat saudaranya Nambi sebagai Patih Majapahit.(Meskipun akibatnya kemudian dia kecewa akibat utusan Majapahit yang diperintahkan menangkap Ranggalawe, justru mengeroyoknya hingga tewas).

Menyusul kematian Ronggolawe, Arya Wiraraja menagih kembali janji tersebut dan akhirnya menguasai wilayah yang dikemudian hari menjadi cikal-bakal berdirinya Kerajaan Blambangan (Marlambangan).

“Wiraraja kembali ke Lamajang Tigang Juru, karena janji Raden Wijaya akan membagi dua Pulau Jawa, mendapat anugerah daerah Lamajang Utara, selatan, dan Tigang Juru,” catat Pararaton.

Berdasarkan perjanjian Arya Wiraraja dan Raden Wijaya, maka Lamajang dan Tigang Juru berada di bawah pemerintahan Arya Wiraraja.

Belakangan Patih Majapahit Nambi difitnah oleh hendak melakukan pemberontakan, sehingga Raja Majapahit pada 1316 Prabu Jayanegara memimpin Pasukan Majapahit menyerang Kerajaan Tigang Juru, yang saat itu Patih Nambi barusan usai memakamkan Ayahnya Arya Wiraraja, dalam pertempuran yang tidak seimbang Patih Nambi tewas.

Pasca Tewasnya Patih Nambi, nama Marlambangan muncul sebagai pengganti  Tigang Juru (Tigang Juru adalah wilayah yang sekarang meliputi wilayah Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi) , “Menyapu bersih pemberontakan di Marlambangan,” catat prasasti itu berdasarkan terjemahan Mohammad Yamin dalam Tatanegara Madjapahit Parwa II.

Dalam prasasti yang diperkirakan ditulis pada masa Jayanegara itu disebutkan Marlambangan, yang diterjemahkan menjadi Blambangan, dianugerahi status sima. Alasannya karena berbakti membantu tegaknya kedudukan raja Majapahit di singgasana.

Baca Juga:   Bhaktisosial : Polsek Sanankulon Gelar Baksos Pembagian Kitab Suci Al-quran di Masjid Wilayah Sanankulon

Terlepas dari itu, Kerajaan Blambangan dimasa akhir runtuhnya kerajaan Majapahit, Blambangan menjadi Tempat tinggal Keturunan raja Majapahit Girindrawardhana Dyah Ranawijaya saat kerajaannya Daha Krediri ditaklukkan Kesultanan Mataram.

Terjadi Perang Willis dan Perang Bayu Menjadi Penaklukan Total Kerajaan Blambangan

Penaklukan Total Kerajaan Blambangan oleh VOC , Menjadi strategi Mataram untuk bisa melakukan penaklukan total Kerajaan Blambangan, namun dengan cara tidak menyalahi tatanan leluhur Raja-raja Majapahit maupun leluhur Raja-raja Islam jawa dalam menyikapi dan menaklukan Blambangan, karena itu wilayah Blambangan diserahkan ke VOC Belanda.

Baca Juga:   Danrem 084/BJ Beri Himbauan Kepada Prajurit Di Jajaranya Untuk Tingkatkan Iman Dan Takwa Selama Ramadhan.

Namun demikian, sepertinya Mataram juga membantu dengan mengerahkan pasukan Madura yang tidak lain merupakan keturunan dari saudara Arya Wiraraja, termasuk pasukan dari Pasuruan.

Pada akhirnya Penaklukan Total keturunan Blambangan, sekaligus menjadi akhir dari kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa dan Disebut Pula sebagai masa Agama Islam disebarkan secara bebas untuk Rakyat Blambangan (Saat ini menjadi Kabupaten Banyuwangi).

Menjelang abad ke 18, setelah adanya perang Puputan Bayu Bayu 1771 untuk mengisi kekosongan pemerintahan , VOC menggabungkan Blambangan dengan karesidenan Besuki. Ini menjadi awal hilangnya Kerajaan Blambangan dari pengaruh Hindu karena pemimpin karesidenan adalah Mas Alit atau KRT Wiroguno, saat kepemimpinannya, dipercaya bahwa Kerajaan Blambangan memeluk islam. 

Babad Bayu menceritakan penyerbuan ini sebagai berikut:

Panembahan Madura sanggup memenuhi permintaan VOC Surabaya sebanyak 10.000 orang Madura. Laskar ini dipimpin oleh Suradiwira. Pasukan Madura barat ini berlayar dan berlabuh di Panarukan disambut oleh pasukan VOC. Madura timur di Sumenep telah menyiapkan 3.000 orang laskarnya yang dipimpin langsung oleh Pulangjiwa. Mereka ini berangkat dari pantai Pamaringan menuju Purwasari di Pantai Jawa. Semuanya bertemu di Panarukan. Esok harinya barisan maju seperti badai. Bermalam di Bajulmati, malam berikutnya sampailah mereka di kota Ulupampang.

Di Ulupampang Raden Pulangjiwa disambut VOC. VOC menghormatinya dan menyanjung dengan tembakan meriam. Esok harinya pasukan VOC Madura bergerak maju, gong dan gendhang dipukul. Di Songgon mereka berkemah dan beristirahat.

Para pejuang Blambangan di Bayu telah mengetahui kedatangan pasukan VOC dan Madura dari mata-matanya. Raja mereka Pangeran Jagapati sudah meninggal. Pasukan dibagi menjadi dua, sayap kiri dan sayap kanan. Pimpinan di pegang Keboundha yang perkasa..

Tembakan dimulai diiringi sorak sorai dari kedua belah pihak. Orang Madura banyak yang mati, banyak yang ditawan. Pertahanan Bayu memang tangguh, tatkala R. Pulangjiwa maju sebutir peluru Bayu menyambar topinya, peluru lainnya menembus Langlangpasir. R. Pulangjiwa mundur dan memerintahkan pasukannya untuk membuat benteng bergerak dan setiap mantri diberi tunggul bambu sebagai pertahanan. Orang Madura mulai menembak lagi, namun pelurunya jauh dari sasaran. Laskar Bayu membalasnya, setiap pelurunya menewaskan orang Madura yang disasar. Suradiwira marahnya tak alang-kepalang. Laskarnya diperintahkan supaya menyerang namun terhalang sungga dan suda. Pulangjiwa dipukul mundur.

Pulangjiwa dan VOC telah menyelesaikan pertahanan mereka. Satu untuk setiap mantri, dan satu benteng bergerak untuk pasukan. Suara gong, gendhang, tambur, dan biring bergema di langit ditambah sorak sorai laskar Madura. Pasukan VOC maju di belakang pertahanan mereka yang anti tembus peluru. Medan perang dekat benteng Bayu sudah bersih dari sungga dan suda, sehingga VOC dapat membawa meriam-meriam mendekati benteng Bayu. Dengan dilindungi tembakan meriam, laskar Sumenep dan VOC berhasil memasuki beteng Bayu. Atas perintah VOC, rumah-rumah Bayu dibakar habis. Benteng Bayu diratakan dengan tanah.

Sebagai penutup dalam tulisan ini, dengan kisah Babad Islam Pertama di Bumi Blambangan, atau Kisah Wali Songo periode Pertama Syekh Maulana Ishak dan kelahiran Joko Samudro atau Sunan Giri ini kemudian, seharusnya menjadi sesuatu yang istimewa dan menjadi nilai lebih untuk diperingati oleh masyarakat yang dulunya dari wilayah Kerajaan Blambangan.

“Bagaimana Sunan Giri sebagai pewaris Tahta Kerajaan Blambangan yang bernasib malang pada masa kecilnya, tapi kemudian justru tumbuh sebagai Raja Pertama Islam Jawa, namun saudara -saudaranya dari kerajaan Blambangan tetap bersikukuh mempertahankan Kerajaan Blambangan sebagai Kerajaan Hindu,”.(***)

Sumber Kajian: Kasepuhan Luhur Kedaton


Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -

Berita Terbaru

Adblock Detected!

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.