Kamis, Juni 1, 2023
Beranda Sample Page

Sample Page Title

Kontras TIMES.COM | Hukum – Setiap investasi dalam bentuk modal atau saham utamanya yang dilakukan lembaga/ badan pemerintah tentunya bertujuan untuk memperoleh hasil berupa Deviden, apalagi jika investasi tersebut dilakukan dalam bidang pertambangan tentu kalkulasinya lebih mudah, sehingga tidak perlu menunggu waktu cukup lama bagi para pemegang saham bisa menikmati Deviden hasil investasi.

Sebab perolehan Deviden merupakan tujuan utama dari investasi, maka menjadi mustahil, sebuah perusahaan melakukan penimbunan Deviden, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 5/PMK.02/2013 Tentang Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Dividen.

Namun demikian, meskipun telah diatur dalam undang-undang tidak sedikit perusahaan yang mengklaim tidak pernah membagikan , namun secara diam -diam mereka melakukan pembayaran Deviden dengan cara terselubung.

Melangsir dari halaman website https://bppk.kemenkeu.go.id/, dari artikel yang ditulis L.Y. Hari Sih Advianto (Widyaiswara Pusdiklat Pajak), Selasa, 1 April 2014 .

Kata Kunci : Dividen terselubung, Constructive dividen, deductible expenses, aktiva tidak berwujud.

Dividen Terselubung

Pembayaran dividen secara terselubung atau constructive dividen seringkali dipergunakan sebagai modus bagi wajib pajak untuk menghindari pengenaan pajak penghasilan, mengingat pembayaran dividen secara ekonomis membawa beban pajak berganda, atau karena alasan tertentu sebagai pejabat publik atau untuk menghindari pantauan PPATK.

Dampak berganda terjadi karena pada dasarnya atas keuntungan perusahaan telah dikenakan pajak penghasilan, dan ketika dibagikan dalam bentuk dividen menjadi objek pajak bagi penerima dividen.

Untuk menghindari hal tersebut banyak praktek dilakukan dengan cara mengubah transaksi pembagian laba perusahaan menjadi biaya-biaya yang dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam menghitung pajak penghasilan (deductible expenses).

Praktek-praktek tersebut antara lain penggunaan aset dan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, pembayaran biaya-biaya pribadi pemegang saham, pembayaran biaya-biaya kepada pemegang saham atau perusahaan afiliasi yang melebihi kewajaran, dan pembayaran jasa atau aktiva tidak berwujud kepada pemegang saham.

Pendahuluan

Pajak penghasilan yang dikenakan atas dividen akan membebani wajib pajak secara berganda. Dampak berganda terjadi melalui dua tahap, pertama ketika dilakukan pemajakan atas laba perusahaan sebagai sumber dividen dan yang kedua ketika dikenakan pajak atas dividen yang diterima oleh penerima dividen.

Terjadi pemajakan dua kali atas objek yang sama. Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.

Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan dividen adalah objek pajak. Dividen berasal dari laba usaha1. Sedangkan laba usaha adalah juga merupakan objek Pajak Penghasilan2 .

Secara yuridis pengenaan pajak atas laba dan pengenaan pajak atas dividen tidak termasuk dalam pengertian pajak berganda. Subjek Pajak pada pengenaan pajak atas laba usaha adalah perusahaan yang menghasilkan laba, Sedangkan Subjek Pajak pada pengenaan pajak atas dividen adalah orang pribadi atau badan lain sebagai penerima dividen.

Pada dasarnya perusahaan yang membagikan dividen dengan penerima dividen adalah entitas hukum yang berbeda. Sehingga secara yuridis tidak termasuk pengenaan pajak berganda.

Namun demikian dampak berganda secara ekonomis ini membuat wajib pajak berusaha mengelak dari pengenaan pajak. Dalam praktek terdapat bermacam-macam cara yang dilakukan oleh wajib pajak untuk dapat menyamarkan pembagian dividen kepada bentuk pengeluaran lainnya yang dapat dibebankan sebagai pengeluaran perusahaan.

Pengeluaran tersebut dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung pajak penghasilan.(tax deduction). Namun demikian peraturan perundang-udangan perpajakan telah menetapkan beberapa ketentuan untuk mengantisiasi hal tersebut.

Definisi Dividen

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan dividen. Sebagai referensi, Article 10 dari The United Nations Model Double Taxation Convention Between Developed And Developing Countries yang merupakan reproduksi dari article 10 dari OECD Model Tax Convention on Income and on Capital memberikan pengertian bahwa yang dividen adalah penghasilan yang diperoleh dari kepemilikan saham, baik itu saham ” jouissance “atau hak ” jouissance “, saham pertambangan, saham pendiri atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan klaim utang, berhak atas pembagian laba, serta pendapatan dari hak perusahaan lain yang mengalami perlakuan perpajakan yang sama dengan penghasilan dari saham.

“The term “dividends” as used in this Article means income from shares, “jouissance” shares or “jouissance” rights, mining shares, founders’ shares or other rights, not being debt claims, participating in profits, as income from other corporate rights which is subjected to the same taxation treatment as income from shares by the laws of the State of which the company making the distribution is a resident.3

“Istilah” dividen “sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti penghasilan dari saham-saham. Istilah “dividen” didefinisikan secara umum termasuk distribusi keuntungan perusahaan kepada pemegang saham Selanjutnya ditegaskan bahwa bahwa istilah pembayaran dividen menggunakan pengertian yang luas, tidak sekedar pembayaran berdasarkan kontrak atau kebiasaan yang diterapkan dalam perusahaan, melainkan bentuk-bentuk lain pengambilan manfaat sebagai pemegang saham dapat dikatakan sebagai pembayaran dividen.

Selanjutnya dalam komentar artikel 10 butir ke 28 United Nation Tax Convention model, diberikan komentar sebagai berikut:

” 28. Payments regarded as dividends may include not only distributions of profits decided by annual general meetings of shareholders, but also other benefits in money or money’s worth, such as bonus shares, bonuses, profits on a liquidation and disguised distributions of profits. The reliefs provided in the Article apply so long as the State of which the paying company is a resident taxes such benefits as dividends. It is immaterial whether any such benefits are paid out of current profits made by the company or are derived, for example, from reserves, i.e. profits of previous financial years. Normally, distributions by a company which have the effect of reducing the membership rights, for instance, payments constituting a reimbursement of capital in any form whatever, are not regarded as dividends.4

Baca Juga:   Aksi Pencuri Berdaster Pink Viral Gegerkan Warga Purwakarta

Berdasarkan komentar ini pembayaran dianggap sebagai dividen bukan hanya merupakan distribusi laba yang diputuskan oleh rapat umum pemegang saham tahunan, tetapi juga manfaat lain dalam bentuk uang atau bukan uang, seperti saham bonus, bonus, keuntungan pada likuidasi dan pembagian dividen terselubung.

Baca Juga:   Kasus Investasi Bodong EDCCash, Polri Resmi Tetapkan 6 Tersangka 1 Tersangka Terancam Hukuman Mati

Ketentuan ini tidak mempertimbangkan apakah manfaat tersebut dibayarkan dari laba saat ini dibuat oleh perusahaan atau berasal dari sumber lainnya, misalnyadari cadangan, yaitu keuntungan dari tahun buku sebelumnya.

Biasanya, distribusi oleh perusahaan yang memiliki efek mengurangi hak keanggotaan, misalnya, pembayaran merupakan penggantian modal dalam bentuk apapun apapun, tidak dianggap sebagai dividen.

Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan pengaturan tentang dividen diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h, bahwa termasuk pengertian penghasilan yang merupakan objek pajak adalah dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

Selanjutnya dalam bagian penjelasan disebutkan, Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah:

  1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
  2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
  3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
  4. pembagian laba dalam bentuk saham;
  5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
  6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
  7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
  8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
  9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
  10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
  11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
  12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran.

Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.

Dividen Interim dan Deviden Final

Baik itu berupa Dividen Interim yang biasanya dibayarkan sebelum laba tahunan perusahaan ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Pembayaran dividen interim dilakukan secara berkala dalam satu tahun.

Maupun pembagian dividen final dalam bentuk Deviden tunai atau Dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham.

Dengan Deviden Saham, pemegang saham juga bisa dapat Capital Gain dari selisih antara harga beli dan harga jual lewat aktivitas perdagangan saham.

Praktek-praktek penghindaran Pajak Penghasilan melalui pemberian dividen Terselubung.

Perusahaan dalam upaya menghindari pengenaan pajak, dalam praktek sering dijumpai melakukan pendistribusian keuntungan kepada pemegang sahamnya, dengan cara membebankan biaya-biaya baik yang dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham maupun dibayarkan kepada pemegang sahamnya atau perusahaan afiliasinya dalam bentuk intragroup transaction.

Kedua transaksi tersebut dapat menghidarkan pengenaan pajak baik dari sisi perusahaan yang memberikan dividen, maupun pada penerima dividen. Bagi perusahaan yang mengeluarkan biaya akan dianggap sebagai pengurang penghasilan bruto (deduction cost), sehingga dapat mengurangi besarnya dasar perhitungan pajak penghasilan.

Disisi lain pemegang saham tidak melaporkan pengeluaran yang ditanggung perusahaan tersebut sebagai penghasilan. Koreksi atas praktek-praktek semacam ini biasanya hanya terdeteksi pada saat dilakukan pemeriksaan pajak (tax audit). Beban pembuktian untuk dapat melakukan koreksi semacam ini ada pada pemeriksa pajak. Pemeriksa pajak harus memiliki data-data dan informasi yang cukup dalam melakukan koreksi semacam ini.

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham atau pemilik modal perusahaan sudah pasti tidak dilakukan secara terusterang. Karena jika terungkap secara jelas dalam pembukuan wajib pajak, pasti akan mudah diketahui dan dilakukan koreksi oleh fiscus.

Biaya-biaya semacam ini akan tersamar pada pengeluaran-pengeluaran yang sepertinya mempunyai kaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha perusahaan. Ada beberapa praktek dividen terselubung (constructive dividen) yang banyak dijumpai, antara lain :

a. Penggunaan Aset dan Fasilitas Perusahaan Untuk Kepentingan Pribadi Pemegang Saham

Harta dan fasilitas yang dipergunakan oleh pemegang saham dicatatkan sebagai harta atau aset perusahaan, walaupun penggunaannya untuk kepentingan pribadi pemegang saham. Misalnya pada pemakaian kendaraan perusahaan, penggunaan perumahan dan property milik perusahaan. Hal ini dibuat agar biaya pembelian dan biaya pemeliharaan akan menjadi beban perusahaan. Perusahaan sebagai pemilik resmi dari harta tersebut akan membebankan biaya perolehan baik secara langsung maupun melalui depresiasi sebagai deductible expenses ketika menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Disisi lain bagi pemegang saham, atas pemanfaatan fasilitas tersebut tidak melaporkan sebagai penghasilan kena pajak. Dengan demikian maka akan melakukan penghindaran pajak dua kali, pertama akan mengurangi pajak perusahaan sebagai deductible expenses dan yang kedua pemakai fasilitas tersebut termasuk dalam kategori natura yang tidak dikenakan pajak.

b. Pembayaran Biaya-Biaya Pribadi Pemegang Saham

Seringkali dijumpai bahwa biaya-biaya pribadi pemegang saham dan keluarganya yang tidak ada kaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan dibayar oleh perusahaan dan dibebankan sebagai deductible expenses dalam menghitung pajak penghasilan. misalnya biaya perbaikan dan perawatan rumah yang ditinggali oleh pemegang saham yang dibayar oleh perusahaan. Atau biaya perjalanan, biaya perawatan kendaraan dan biaya pribadi lainnya, yang terkadang sangat sulit dideteksi oleh pemeriksa pajak, sehingga praktek-praktek semacam ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan penghindaran pajak.

Baca Juga:   Kasus Investasi Bodong EDCCash, Polri Resmi Tetapkan 6 Tersangka 1 Tersangka Terancam Hukuman Mati

c. Pembayaran Biaya-Biaya kepada Pemegang Saham atau Perusahaan Afiliasi yang Melebihi Kewajaran.

Praktek penghindaran dengan cara ini, relatif lebih rumit dibanding dengan praktek-praktek di atas. Praktek ini hanya biasa dimanfaatkan pada kondisi-kondisi tertentu dimana salah satu dari perusahaan yang saling berafiliasi mendapatkan manfaat pajak. Dalam kondisi yang normal, dimana kedua afiliasi mempunyai kewajiban perpajakan yang sama, maka praktek mendistribusikan keuntungan dari satu entitas kepada entitas lain, tidak akan mendapatkan manfaat pajak, karena pengurangan pajak di satu entitas yang berakibat kenaikan pajak di entitas lainnya.

Baca Juga:   TPK Bupati Bogor Nonaktif Ade Yasin Segera di Sidangkan

Praktek deviden terselubung atau constructive dividen ini akan mendapatkan manfaat pajak jika pengurangan pajak di satu entitas, tidak akan menambah pajak di entitas lain afiliasinya dalam jumlah yang sama, atau dikenakan pajak dengan tarif yang lebih kecil ataupun jika tidak dikenakan pajak. Upaya penghindaran pajak dengan cara ini lebih dikenal dengan istilah transfer pricing. Transfer pricing adalah penetapan harga transfer yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang saling berafiliasi satu sama lain. Transfer pricing bersifat netral dan bukan merupakan suatu pelanggaran, kecuali dilakukan dalam rangka mengecilkan pajak yang terutang. Transfer pricing akan memenuhi kriteria dividen terselubung jika yang terjadi pendistribusian profit kepada pemegang sahamnya. Namun jika transfer pricing hanya ditujukan untuk mengambil manfaat pajak perusahaan secara global, perlu analisa lebih lanjut apakah transfer pricing tersebut dapat dianggap sebagai dividen terselubung. Hal ini perlu dipertegas karena konsekuensi perlakuan perpajakan akan berbeda antara dividen terselubung dengan transaksi transfer pricing.

Jika terjadi pembayaran kepada pemegang saham diatas kewajaran, maka selisih diatas harga wajar dapat dianggap sebagai dividen terselubung. Namun demikian perlu dipastikan pengertian “wajar”. Transaksi yang tidak wajar biasanya terjadi jika terdapat hubungan istimewa. Oleh karena itu untuk menentukan kewajaran suatu perlu diperbandingkan dengan transaksi sejenis yang dilakukan jika tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Jika tingkat kewajaran transaksi tersebut terdapat selisih, maka selisih yang diberikan kepada pemegang sahamnya tersebut dapat dikategorikan sebagai dividen terselubung.

d. Pemberian Jasa Atau Aktiva Tidak Berwujud Oleh Pemegang Saham

Pemberian jasa atau aktiva tidak berwujud oleh induk perusahaan kepada anak perusahaan seringkali dipergunakan untuk mendistribusikan keuntungan perusahaan kepada induk perusahaan atau holding company. OECD Guidelines 2010 memberikan rekomedasi untuk menguji kewajaran-kewajaran mengenai transaksi ini. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah jasa maupun aktiva tidak berwujud benar-benar diberikan, dan dilihat apakah jasa atau aktiva tidak berwujud tersebut memberikan benefit pada perusahaan penerima jasa atau aktiva tidak berwujud. Uji kedua dilakukan untuk menilai kewajaran harga transfernya. Pengujian kewajaran dilakukan dengan cara yang sama dengan huruf c di atas, yaitu dengan mencari pembanding transaksi sejenis yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.

Hasil uji terhadap manfaat dan kewajaran transaksi tidak selalu mengindikasikan adanya praktek dividen terselubung. Didiven terselubung hanya bisa di tentukan jika terdapat aliran profit kepada pemegang sahamnya. Namun dapat juga terjadi aliran keuntungan dilakukan kepada afiliasinya dalam hubungan istimewa yang bukan merupakan pemegang saham. Jika didapatkan bukti yang cukup bahwa transaksi jasa dan aktiva tidak berwujud ini merupakan praktek pemberian dividen terselubung, maka koreksi yang dilakukan adalah mengenakan tarif pajak atas pembayaran dividen dan sekaligus mengkoreksi pengeluaran biaya-biaya terkait sebagai non deductible expenses. Namun jika bukan merupakan dividen terselubung, tentunya koreksi hanya dilakukan dengan cara menyesuaikan dengan kewajaran, sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

Kesimpulan

Dividen terselubung atau constructive dividen adalah salah satu upaya yang banyak dilakukan wajib pajak untuk menghindari pengenaan pajak, dengan cara membuat transaksi yang sebenarnya adalah merupakan distribusi keuntungan kepada pemegang saham, menjadi pengeluaran biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung besarnya pajak terutang (deductible expenses).

Peraturan perundang-undangan telah memberikan pengaturan yang cukup untuk mengantisipasi praktek-praktek penghindaran pajak dengan pemberian dividen terselubung. Namun yang menjadi kendala adalah pembuktian. Beban pembuktian untuk dapat melakukan koreksi atas praktek pemberian dividen terselubung, terletak pada pemeriksa pajak.

Oleh karena itu selain dukungan data dan informasi yang cukup, kecermatan pemeriksa pajak sangat diperlukan untuk dapat melakukan koreksi atas transaksi-transaksi dividen terselubung. Beberapa transaksi seperti yang diuraikan di atas hanya sebagian dari contoh-contoh terjadi pemberian dividen terselubung.


Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan.
Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-undang Pajak Penghasilan.
Article 10 Commentary, UN Tax Convention model, UN, 2011 halaman 172.
Ibid, hal 182
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan.

Referensi:

  1. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
  2. Republik Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ./2010 tentang Penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi antara wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32 /PJ./2011
  3. OECD, Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations, 2010
  4. United Nations, Model Double Taxation Convention between Developed and Developing Countries, 2011
  5. Danny Darusalam Tax Center, Transfer Pricing Ide, Strategi dan panduan Praktis Dalam Prespektif Pajak Internasional, 2013
  6. DAVID M. FOGEL , EA, CPA, When Is a Constructive Dividend Not a Dividend?, California Enrolled Agent, 2003
  7. Schnee, Edward J.; Cortese, Barbara , Constructive dividends in inter-corporate transactions, Article from: The CPA Journal | December 1, 1990
  8. Ringkasan Keputusan Pengadilan Pajak Nomor Put- 38794/PP/M.I/16/2012
  9. Ringkasan Keputusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.45039/PP/M.X/12/2013

Sumber: Kemenkeu.go.id/*

Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Berita Terbaru

Adblock Detected!

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.