Minggu, Desember 10, 2023
Beranda Sample Page

Sample Page Title

Kontras TIMES.COM | Jejak Tokoh-Tokoh Nasional – Hidup pada masa Sultan Abdul Hamid Heru Cokro Kabiril Mukminin Sayidin Panata Agama Khalifatullah Tanah Jawa (Pangeran Diponegoro) atau saat masa berkobarnya Perang Jawa antara tahun 1825 hingga 1830, Syekh Abdurrahman Suryonegoro yang bergelar Panglima Singo Yudho (Mbah Singo Yudho) mendirikan Pasanggrahan (Pesantren) di Wilayah Malang Selatan tepatnya di Bululawang Kabupaten Malang.

Seperti tercatat dalam buku silsilah Bani Singo Yudho, masuknya Mbah Singo Yudho diwilayah Malang selatan, seiring berakhirnya Perang Jawa dengan ditandai tertangkapnya Pangeran Diponegoro oleh tipu muslihat perdamaian yang ditawarkan Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock pada 28 Maret 1830.

Mbah Singo Yudho dikisahkan mulai membangun Pasanggrahan (Pesantren) di lokasi baru yang ia beri nama Jalan Diponegoro, tepatnya saat ini berada di Jalan Diponegoro IV Desa Bululawang Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang.

Seperti terlihat saat untuk pertama kali awak media Kontras Times mendatangi tempat bersejarah berupa Rumah Peninggalan Mbah Singo Yudho yang masih berdiri kokoh hingga saat ini.

Meskipun tidak lagi terawat dan tampak usang, tebalnya bangunan tembok, luas dan reruntuhan benteng rumah cukup menggambarkan bagaimana sosok Mbah Singo Yudho saat itu.

Salah satu keturunan Mbah Singo Yudho Burhanuddin Anis mengungkapkan, bahkan sampai saat ini Mbah Singo Yudho masih meninggalkan warisan seluas 2 Hektar yang dikelola untuk kepentingan keluarga besar Bani Singo Yudho, sementara tanah-tanah yang lain sudah banyak di wakafkan termasuk di wakafkan ke Pondok Pesantren AN-NUR Bululawang.

Sebagai informasi, disebut Perang Jawa atau Perang Diponegoro merupakan perang terbesar dalam sejarah perang jawa yang menghabiskan waktu selama 5 tahun mulai 1825 hingga 1830.

Perang Jawa menelan korban penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa, sementara korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000 lebih tentara Belanda dan 7000 lebih serdadu pribumi.

Perang ini juga berbiaya besar, tercatat Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan uang f.5.000.000 (lima juta gulden) setiap tahun.

Baca Juga:   Kadiv Propam Polri : Wujudkan Pengabdian Kepada Negara dan Masyarakat dengan Delapan Prinsip Propam Kuat Mantap

Karena begitu besarnya pengeluaran, Komisaris Jenderal De Bus de Gisignies menekan Jenderal De Kock agar melakukan penghematan dan segera menyelesaikan perang, sebab, pada saat itu pemerintah Hindia Belanda sudah defisit f. 18.000.000 (18 juta gulden).

Baca Juga:   Kapolri Bersama Panglima TNI Buka Latsitarda Nusantara Ke-41 di Medan

Illa Arwahi Almaghfurlah Syekh Abdurrahman Suryonegoro Mbah Singo Yudho Al Fatihah

Illa Arwahi Almaghfurlah Sultan Abdul Hamid Heru Cokro Kabiril Mukminin Sayidin Panata Agama Khalifatullah Tanah Jawa (Pangeran Diponegoro) AL Fatihah

(Hasmila)

Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -

Berita Terbaru

Adblock Detected!

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.