Rabu, April 24, 2024
Beranda Sample Page

Sample Page Title

Kontras TIMES.COM | Banyuwangi- Fonomena Kasus Betonisasi dan Hotelisasi di Wilayah Pantai Plengkung menjadi pukulan telak terhadap negara yang terbukti lengah melindungi Alam, khususnya Alam Rimba Wilayah Taman Nasional.

Bahkan dalam kajian Aliansi NGO Banyuwangi Beradab, gabungan dari dua NGO LBH Nusantara dan Pendopo Semar Nusantara mengatakan saat ini Banyuwangi ada pada fase Siaga Tiga Ancaman Kerusakan Alam, mulai dari kerusakan alam akibat penambangan ilegal yang baru-baru ini rame jadi persoalan, ilegal logging di wilayah Rajekwesi dan Gunung Salakan, Eksploitasi Tambang Emas Gunung Tumpang Pitu ditambah saat ini Hotelisasi dan Betonisasi di Wilayah Zona Pemanfaatan Kawasan Taman Nasional Alas Purwo.

Melalui surat Nomor: 01/ST-Aliansi-NGO-BB/LBH-N/PS-N/0I/2023, tertanggal 15 Januari 2023 yang ditandatangani Presiden LBH Nusantara MH Imam Ghozali dan Ketua Umum Pendopo Semar Nusantara Uny Saputra yang alamat kantor bersama: JL.Suseno No.02 Dusun Krajan RT.01 RW. V Tampo Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi., yang ditujukan ke-12 institusi negara, pada salah satu poin dalam suratnya menuliskan:

“Sehingga bagi kami, ikut menjaga Kelestarian dan Keberadaan TN Alas Purwo secara keseluruhan bukan hanya karena adanya Undang-undang dan Peraturan yang secara tegas telah mengatur terkait tata kelola TN Alas Purwo, akan tetapi bagi kami dan masyarakat Banyuwangi yang memahami arti pentingnya Nguri-uri dan merawat warisan sejarah dan alam, menganggap Keberadaan TN Alas Purwo sebagai warisan Sejarah dan Warisan dari Khasanah Peradaban Jawa Dwipa yang harus dijaga keaslian serta sifat-sifat Alamiahnya” demikian salah satu poin yang dikutip dari isi surat Aliansi NGO Banyuwangi Beradab, pada 18/01/’22.

UNESCO-PBB Menetapkan TN Alas Purwo sebagai Cagar Biosfer Dunia

Keberadaan Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi, pada tahun 2018 oleh Komite Geopark Nasional telah ditetapkan sebagai salah satu dari kawasan Taman Bumi atau Geological Park (Geopark).

Sementara status sebagai Cagar Biosfer Dunia ditetapkan oleh UNESCO untuk TN Alas Purwo dan Taman Wisata Alam Kawah Ijen yang kemudian dinamai Cagar Alam Blambangan dilakukan oleh UNESCO pada sidang International Coordinating Council (ICC) Program MAB (Man and The Biosphere) UNESCO ke-28 di Kota Lima, Peru, 18-20 Maret 2016.

Baca Juga:   Pedoman Penulisan Berita Media Siber
Baca Juga:   Babinsa Selopuro, Pastikan Penyaluran BPNT Sesuai Protkes Covid-19

Cagar Biosfer Blambangan meliputi kawasan seluas 678.947,36 Ha yang terbagi ke dalam 3 zona yaitu area inti seluas 127.855,62 Ha yang meliputi 4 kawasan konservasi terdiri atas 3 Taman Nasional (TN Alas Purwo, TN Baluran, dan TN Meru Betiri) dan satu Cagar Alam Kawah Ijen; zona penyangga seluas 230.277,4 Ha; dan area transisi (320.814.34 Ha).

Alas Purwo Zaman Penjajahan Belanda

Pada zaman Kolonial Belanda, meskipun sebagai negara yang sedang menjajah Bangsa Indonesia, akan tetapi Belanda masih berusaha melindungi Alas Purwo dengan memberikan status sebagai hutan Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan.

Penetapan status sebagai hutan Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 6 stbl 456 tanggal 01 September 1939 dengan luas areal 62.000 ha.

Era Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada Era Kemerdekaan Republik Indonesia, status sebagai hutan Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan kemudian, diubah menjadi Taman Nasional Alas Purwo dengan luas 43.420 ha melalui SK Menhut No 283/Kpts-II/1992 tgl 26 Februari 1992 dan pada tahun 2014 ditetapkan dengan luas 44.037,30 Ha melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.3629 /Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 6 Mei 2014.

Tujuh Tuntut Aliansi NGO Banyuwangi Beradab

Dengan menimbang aspek sejarah serta kearifan lokal dalam tradisi masyarakat Jawa, dan diperkuat
dengan Penetapan lembaga dunia UNESCO-PBB bahwa TN Alas Purwo sebagai Cagar Biosfer Dunia, aliansi NGO Banyuwangi Beradab mendorong perlindungan TN Alas Purwo lebih diperketat, bukan justru malah di moderenisasi, karenanya mereka mengajukan tuntutan sebagai berikut;

  1. Meminta Presiden RI dan Wakil Presiden RI memberikan jaminan dan kepastian hukum agar Seluruh Kawasan TN Alas Purwo tidak dirubah sifat-sifat Alamiahnya apalagi sampai dialih fungsikan dengan alasan apapun.
  2. Bongkar Hotelisasi dan Betonisasi di Wilayah Pantai Pelengkung G-Land TN Alas Purwo.
  3. Masyarakat diberikan kebebasan untuk berwisata di Pantai Plengkung G-Land TN Alas Purwo, seperti halnya masyarakat yang bebas berkunjung di Pantai Trianggulasi dan Pantai Kucur TN Alas Purwo.
  4. Minta Mabes Polri, Kejagung RI, KPK RI dan Kementerian Terkait Bersinergi Mengusut Tuntas dan Melakukan Penegakan Hukum Dalam Kasus Perubahan Pantai Plengkung TN Alas Purwo.
  5. Zona pemanfaatan di TN Alas Purwo harus dikelola dengan prinsip keterbukaan dan peningkatan ekonomi secara luas untuk masyarakat.
  6. Mencabut Izin usaha Perusahaan atau Pengusaha yang masih bandel melakukan Betonisasi dan Hotelisasi di Pantai Plengkung TN Alas Purwo.
  7. Menghentikan semua bentuk Betonisasi dan Hotelisasi yang jelas-jelas bertentangan dengan Undang-undang maupun PP.
Baca Juga:   Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un: Menantu Wapres, Rapsel Meninggal Pagi Ini
Baca Juga:   Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un: Menantu Wapres, Rapsel Meninggal Pagi Ini

Aturan dan Undang-undang Terkait

Sebagai informasi, terkait Persoalan Kerjasama Pariwisata dan aturan-aturan dalam pengelolaan Wilayah Taman Nasional, termasuk Wilayah Zona Pemanfaatan dalam Kawasan Taman Nasional dapat dilihat dalam aturan sebagai berikut:

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 Tentang: Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 21/PERMEN-KP/2018 Tahun 2018 Tentang: Tata Cara Penghitungan Batas Sempadan Pantai.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Peraturan Presiden Nomer 23 Tahun 2021 Tentang Perencanaan Kehutanan; Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan; Penggunaan Kawasan Hutan; Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan; Pengelolaan Perhutanan Sosial; Perlindungan Hutan; Pengawasan; dan Sanksi Administratif., Pasal 42, Pasal 89, Pasal 90 dan Pasal 127.

Desi Dwan

Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -

Berita Terbaru

Adblock Detected!

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.