Kamis, April 18, 2024
Beranda Sample Page

Sample Page Title

Kontras TIMES.COM | Jejak Tokoh-Tokoh Nasional – Hayatul Makki, biasa orang-orang memanggilnya dengan Gus Hayat, sekarang menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Alif Baa Tanbihul Ghofilin Mantrianom, Bawang, Banjarnegara itu sempat mengaku tidak percaya dengan kewalian Mbah Moen (Al-Maghfurlah KH. Maimoen Zubair).

Pada suatu hari dia akan sowan Mbah Moen, dalam hatinya ngrenteg : “Nek bener-bener Mbah Moen itu Wali maka nanti saya akan kepengin makan dengan nasi tumpeng berikut beraneka ragam lauknya, tapi masa ada di ndalem nasi tumpeng itu?” Gumamnya dalam hati.

“Sopo iku?” Tanya Mbah Moen setelah Makki berada di depan beliau. “Hayat Makki Mbah Mantrianom Banjarnegara”. Jawab Gus Hayat. “Oh mlebu ngene, mangan sik” tanpa mau menerima uluran tangan Makki dan justru Mbah Moen langsung menyuruh Makki masuk ke ruang dalam yang biasa untuk menyuguh para tetamu si Mbah.

Mbah Maimoen memang mengenal sejak lama dan bersahabat dengan ayah Gus Hayat.

Di ruangan dalam ternyata ada ibu Nyai yang memang sudah mengenal Hayat Makki dan mempersilakan Makki untuk makan. Ajaibnya. Nasi tumpeng berikut lauknya sama persis seperti apa yang dikrenteg kan sesaat tadi sebelum Makki sowan.

Setengah tak percaya mulai detik itu juga Gus Hayat percaya bahwa Mbah Moen bukan orang sembarangan. Benar benar Wali. Ngerti sejeroning winarah.

Kemudian Makki pamitan namun ternyata Mbah Moen tidak kerso disalami sembari seperti memasang muka “rada marah” terhadap ‘kelakuan’ Hayat Makki siang itu.

Pulanglah Hayat Makki ke rumahnya dengan menyisakan tanda tanya kenapa Mbah Moen seperti marah sama saya. Dan dia berjanji akan menjadi “santri kinasihan”; dengan siap segalanya jika ada dhawuh dari Si Mbah.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya di bulan haji tahun 2019, Mbah Moen tiba-tiba ingin tindak haji dan yang akan mengantarkannya adalah Hayat Makki. Beliau menyuruh putranya, Gus Ghofur “telponke Makki, kon neng Sarang. Mbatiri aku haji”. Dhawuh simbah singkat.

“Gus, jenengan supados teng Sarang kersane mangke nderekke siMbah tindak haji, saged mboten?” Suara Gus Ghofur dari HP.

“Tenaane Gus?” Ampun ngarang lah.” Jawab Gus Hayat.

Di situ ada Gus Majid Kamil dan Gus Hayat pun menanyakan apa benar kabar itu. Gus Majid pun menjawab benar. Ternyata juga siMbah ada di situ dan langsung ngendiko “Makki… iki aku loh sing ngomong…” suara khas SiMbah terdengar di HP Gus Hayat yang langsung dijawab :”Sendiko Dhawuh Mbah”.

Hari itu juga Gus Hayat langsung meluncur ke Sarang. Setelah bertemu si Mbah dhawuh : “Makki, kowe mbatiri aku haji yo? Wis duwe pasport? ” “Sampun gadah Mbah”.

Sejurus kemudian siMbah berkata:
“Visaku durung dadi, urusi yoh, kowe durung duwe juga toh”. Tek kei wektu rong dino” lanjut Mbah Moen yang hanya dijawab “Siaaap Mbah” oleh Hayat Makki.

Kemudian Mbah Moen mengajak Gus Hayat masuk ke dalam kamar pribadinya. Dan di atas dipan tempat tidurnya ada rak yang berisi sebuah koper. Lumayan besar dan siMbah menyuruh diambil.

Setelah bertanya “ibu Nyai nang ndi?” Lantas dijawab “teng ruang wingking Mbah”, jawab Gus Hayat. Koper itu lantas dibuka berisi lembaran uang yang banyak sekali. “Cepat bawa pergi koper ini”.

Setelah itu Gus Hayat pamitan. Koper uang itu dititipkan ke santri untuk sementara disimpan di rumah Gus Hayat di Bawang, Banjarnegara karena saat itu juga harus segera pergi ke Jakarta untuk keperluan mengurus visa yang diberi dateline “hanya 2 hari”. Waktu yang terbilang mustahil untuk mengurus visa haji yang biasanya memakan waktu cukup lama itu.

Sesampainya di Jakarta dia langsung menuju masjid Istiqlal. Dinihari. Dia mujahadah munajat minta sama Alloh pertolongan agar memudahkan mengurus visa. Sempat dimarahin sama “petugas masjid Istiqlal” karena memang waktunya sudah dinihari menjelang subuh.

Pagi hari saat sholat subuh tak disangka Gus Hayat bertemu dengan Jenderal Budi Gunawan, Kepala BIN yang kebetulan pagi itu ke masjid Istiqlãl dan bertanya pada Gus Hayat.

“Ada keperluan apa pagi pagi sudah di sini Mas Hayat”? Sapa sang Jenderal. “Begini Pak, saya sedang ada tugas dari Mbah Maimoen Zubair untuk membuat visa haji, apakah bapak bisa mengantarkan saya ke Pak Presiden?”

Baca Juga:   Wapres KH. Ma’ruf Amin Berikan Bantuan dan Semangati Warga Terdampak Bencana

“Oke siap. Mari saya antarkan. ” Jawab Sang Jenderal. Kemudian mereka berdua menuju istana negara. Kebetulan Gus Hayat sudah mengenal baik Pak Jokowi sewaktu masih menjabat Wali Kota Solo, karena Gus Hayat pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah.

Baca Juga:   Didampingi Forkopimda Jatim, Presiden Jokowi Resmikan Pasar Besar Ngawi

“Pak Presiden. Mohon ijin saya sedang ada tugas dari Mbah Maimoen, beliau akan tindak haji tahun ini sedang membutuhkan visa haji.”

“Baiklah Mas Hayat. Nanti saya akan kondisikan secepatnya. Untuk Imigrasi, Kemenag dan Kemenlu segera saya kumpulkan hari ini.”

“Nanti juga saya siapkan pesawat khusus, bisa dari Garuda atau maskapai yang lain”. Sambung Pak Presiden.

“Enggih Pak, namun Mbah Moen sampun gadeh tiket piyambak dan kadose mboten kerso menawi diistimewakan” jawab Gus Hayat sambil sesekali mengucap syukur.

Singkat cerita. Visa pun jadi. Dengan waktu singkat pula. Kemudian langsung pulang ke Banjarnegara untuk keperluan menyiapkan bekal secukupnya dan membawa serta “koper ajaib” itu.

Sesampainya di Sarang siMbah langsung bertanya : “piye wis olih visane?” “Sampun Mbah” jawab Gus Hayat.

“Pinter kowe hek hek hek” tawa khas Mbah Maimoen karena bahagia.

Kemudian berangkatlah siMbah Maimoen ke tanah suci dengan ditemani Gus Hayat. Sesampainya di Mekkah. Beliau thowaf di lantai 2 dengan menaiki kursi roda yang didorong oleh Gus Hayat. Setiap kali sampai pojokan ka’bah yang ada multazam nya beliau bertanya sama Gus Hayat :”Makki..kowe weruh pora kae loh sing nang nduwure Multazam?” Gus Hayat pun menjawab sekenanya :”Namung sorot lampu Mbah,”
“Makii..makkii.. kowe ora paham toh.. kae Malakul Maut lagi nungguni aku, kawit mau ndelengke aku wae..”

Gus Hayat setengah tidak percaya dan menganggap itu hanya guyonan si Mbah saja.
Sampai kemudian siMbah sering bertanya :”saiki dino opo?” Kapan dino seloso”? Pertanyaan tentang hari Selasa itu hampir setiap hari ditanyakan siMbah. Sampai kemudian Gus Hayat berinisiatif dan matur ke siMbah. “Ngaten mawon Mbah
Menawi pon dugi hari Senin sonten mangke kulo matur teng jenengan.”

“Oh iyo tenan yoh” jawab SiMbah. Kemudian setelah beberapa hari di Mekkah siMbah dawuh lagi untuk mengambilkan koper yang kemarin berisi uang itu.

“Makki..ini dibuka kopernya”. Perintah siMbah. “Bagikan semua isinya kepada orang-orang.” Lanjut beliau.

Kemudian koper itu dibuka oleh Gus Hayat. Isinya duit semua. Masih baru. Yang Mata uang asing; Poundsterling, Euro, Dollar Amerika, Dollar Singapura, Riyal, Ringgit dan beberapa lembar ratusan ribu rupiah. Jumlah keseluruhannya sekitar 3,5 Milyar rupiah.

Gus Hayat bergegas menuju pelataran Masjidil Harom dan membagikan uang-uang tersebut pada orang-orang yang berlalu lalang menuju ataupun keluar dari masjid. Aksinya itu diketahui oleh ‘askar; polisi kerajaan Arab Saudi. Hampir saja ditangkap, tapi dengan bahasa Arab Gus Hayat menjelaskan bahwa aksi bagi bagi uang ini adalah perintah langsung Syaikh Maimoen Zubair Ulama besar Indonesia. Mendengar nama Syaikh Maimoen ajaibnya si ‘askar tadi malah tersenyum dan malah mempersilahkan untuk meneruskan bagi-bagi BLT (Bantuan Langsung Tunai) itu.

Setelah hampir habis Gus Hayat berinisiatif untuk menyisakan segepok Dollar Amerika. Tidak dihabiskan semua dan segera kembali ke hotel tempat siMbah menginap.

“Wis kowe bagi kabeh duite Maki..?” Tanya siMbah. “Sampun Mbah, tapi kulo nyisihkan sekedik niki”. Gus Hayat menunjukkan uang dollar tersebut dari kantong bajunya. “Wah..pinter kowe…hek hek hek”. Sahut siMbah dengan tawa khasnya.

“Kebeneran Makki…aku dipeseni Megawati kon tukokna tasbih warna merah karo duit kuwi nggo tuku klambi awakmu lan oleh-oleh kanggo Bu Nyai yoh..” lanjut Mbah Maimoen.

“Sendiko dhawuh Mbah”. Jawab Gus Hayat yang kemudian menghitung uang sisa bagi bagi tersebut ternyata segepok uang dollar Amerika itu jika dirupiahkan lumayan banyak. Seratus juta rupiah.

Waktupun berjalan. Sampai ketika senin sore ba’da ashar tanggal 5 Agustus 2019 siMbah tiba-tiba memanggil Gus Hayat.
“Makki.. aku ganteng pora?” Sambil sesekali bercermin di kaca.
“Saestu ganteng Mbah. Umpami wonten 1.000 widodari mangke ingkang 999 naksir lan tresno panjenengan Mbah..”

“Hek hek hek…oh koyo ngono yoh..” jawab SiMbah. “Lah terus widodari sing siji nang ndi?” Lanjut siMbah. “Kagem kulo Mbah” jawab Gus Hayat dan langsung disambut tawa khas siMbah..”Hek hek hek..pinter kowe Maki…”

Baca Juga:   Presiden Jokowi Melantik Anggota Dewan Pengawas KPK

Kemudian siMbah minta dipijitin sampai berpesan dan bertanya “iki dino opo?” “Senin Mbah.” Jawab Gus Hayat yang mulai merasakan ada sesuatu yang aneh, perasaan tidak ingin kehilangan dan tak ingin jauh-jauh dar siMbah.

“Kowe nang kene wae yoh” pesan si Mbah.
“Nggih Mbah”. Jawab Gus Hayat sambil menahan haru. Benar saja. Menjelang dinihari sekitar pukul 03.00 si Mbah bangun yang ternyata Gus Hayat masih ketiduran disamping tempat tidur siMbah masih dalam posisi orang memijit kaki beliau.

Baca Juga:   DUET HOAX ! Viral Foster Deklarasi Puan Maharani -- Moeldoko untuk PILPRES 2024

SiMbah terbangun sepagi itu dan meminta Gus Hayat untuk menyandarkan tubuhnya di atas kursi. Tenang sekali raut wajahnya. Sambil melantunkan Qosidah kesukaan beliau. Sanjungan terhadap Siti Khadijah. “Sa’duna fiddunya Wafuzna bil Ukhro.. bi Khadijatal Kubro wa Fathimatazzahro..” kemudian sesekali melafadzkan dzikir Alloh Alloh..dengan suara yang mulai pelan.. Namun Gus Hayat melihat siMbah mulai lemas dan berinisiatif untuk segera dibawa ke Rumah sakit.

Setelah sampai di Rumah Sakit tak berselang lama KH Maimun Zubair dinyatakan meninggal pada hari Selasa (6/8/2019) pukul 04.17 waktu setempat.

Inna lillahi wa inna ilaihi Roji’un. Indonesia bahkan dunia Islam berduka. Suasana pagi itu mendung. Hujan rintik-rintik. Mendung lagi. Seakan para penghuni langit pun ikut berduka. Jenazah siMbah pertama kalinya di sholatkan di Kantor Daker Makkah. Tempat shalat jenazah di Lantai I Kantor PPIH tersebut. Setelah dirawat beberapa saat di Rumah Sakit al-Noer, Makkah.

Setelah dishalatkan di Kantor Urusan Haji Indonesia Makkah sebelum dibawa ke Masjid al-Haram sebelum zhuhur dan dishalatkan lagi setelah shalat zhuhur. Jenazah beliau ditutupi dengan kain hijau bertuliskan lafadz istirja’ ; Inna Lillahi Wa Inna ilaihi Roji’un. Khas Indonesia. Namun sesampainya di Masjidil Harom kelambu diganti dengan warna hitam. Lambang penghormatan, biasanya dipakai untuk para raja.

Imam Masjidil Haram memerintahkan untuk menempatkan jenazah Mbah Maimoen tepat di depan Ka’bah. Tidak seperti jenazah yang lain yang memang ditempatkan di ruangan khusus tempat jenazah biasa disholatkan di masjid terbesar sejagad tersebut. SiMbah dimuliakan di masjidil Haram ketika disholatkan. Di depan ka’bah.

Setelah ribuan bahkan jutaan orang menshalati karena memang musim haji banyak sekali orang di Mekkah. Jenazah dibawa ke pemakaman Jannatul Ma’wa. Tempat pemakaman tertua di kota Mekkah yang di situ di makamkan jazad mulia sayyidah Khadijah al-Kubro istri tercinta Baginda Nabi. Beberapa ulama besar juga dimakamkan di situ. Banyak sekali yang mendo’akan. Dubes RI untuk Saudi. Para jama’ah haji Indonesia maupun belahan dunia manapun yang sempat mengenal bahkan hanya mendengar namanya. Para Ulama. Para Habaib. Bahkan HRS ikut mendo’akan di atas makam beliau setelah sebelumnya sempat salah tempat menempati sebuah makam di samping makam siMbah, karena kelambu hitam yang untuk menutup jenazah siMbah dibawa kabur oleh jama’ah haji asal Afrika. Mungkin untuk Tabarukan. Ngalap berkah.

Begitulah SiMbah Maimoen Zubair. Kewaliannya tersingkap setelah beliau wafat. Terbukti dengan begitu dimuliakannya beliau mulai dari proses Rumah Sakit. Sholat jenazah di Masjidil Haram hingga pemakaman. Dido’akan para ulama dan habaib dari seluruh dunia. Menyatukan hati beberapa kubu yang sebelumnya mungkin beda pendapat dan sempat “berseberangan”.

Merukunkan umat. Bahkan setelah jazad beliau dimakamkan di Jannatul Ma’la perijinan masuk ke area makam yang semula sangat ketat sekarang dilonggarkan. Bahkan cenderung diizinkan padahal kita tahu sendiri Arab Saudi tidak begitu familiar dengan orang yang “ziarah kubur”.

“Indunisiy, Syaikh Maimoen Zubair” bicara seperti itu ketika di depan pemakaman Jannatul Ma’la maka petugas jagapun membiarkan masuk. Bahkan sekarang konon sudah tidak ada penjagaan. Barokah Mbah Maimoen, Ziarah Kubur mulai ramai di sekitar pemakaman tertua di Kota Makkah itu.

Khususon ilã hadroti Ruuhi Simbah Kyai Maimoen Zubair wa Ahli Jannatil Ma’wa fi Makkah al-Mukarramah Lahum Al-Fãtihah.

Ditulis sejak semalam sampai pukul 01.30 dinihari dan dirampungkan pagi ini. Jum’at 24 Juni 2022.

Seperti dikisahkan oleh Lik Khotibul Umam Wiranu (Sahabat Gus Hayat), yang juga alumni Sarang; kemarin malam Rabu waktu beliau ‘ngaji rutinan’ di kediaman Mas Hary Budiyantoro dengan tambahan dari penulis secukupnya.

Ila arwahi Almaghfurlah SiMbah Kyai Maimoen Zubair Al-fatihah

Wallohu A’lam.

Sumber: Group Wasaap KBNU-Nusantara

Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -

Berita Terbaru

Adblock Detected!

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.