KONTRASTIMES.COM- ARTIKEL | Seorang tokoh tasawuf Fenomenal Syeikh Ibn ‘Atha’illah as-Sakandari (w. 1309 M) pernah mengingatkan Para tokoh dan Ulama’ pada masanya untuk mengubur keakuan diri atau eksistensi dirinya dalam Bumi kerendahan.
Pernyataan sang sufi ia abadikan dalam Kitab Tasawuf Al Hikam Pasal 11 tentang Kuburlah Eksistensimu:
اِدْفِنْ وُجُودَكَ فيِ أَرْضِ الْخُمُولِ، فَمَا نَـبَتَ مِمَّالَمْ يُدْفَنْ لاَ يَــتِمُّ نَـتَاءِجُهُ
“Kuburlah wujudmu (eksistensimu) di dalam bumi kerendahan (ketiadaan); maka segala yang tumbuh namun tidak ditanam (dengan baik) tidak akan sempurna buahnya.”
Diartikan pula: Tanamlah wujudmu di tanah yang dilupakan. Sebab, tanaman yang tumbuh dari bibit yang tidak ditanam, buahnya tidak akan sempurna.
Dalam tafsir yang mashur, ungkapan sang sufi tersebut diartikan:
Kata al-humuul dimaknai kosong, lemah, bodoh, tidak aktif, tidak dikenal; yang dalam pasal ini bermakna “kerendahan” atau “ketiadaan”.
Sementara itu wujud atau eksistensi dasar manusia ingin diakui, dikenal, mahsyur, terpandang, paling hebat, disanjung, dipuja dan semacamnya, dalam istilah psikologi, manusia diatur oleh ego yang ada dalam dirinya dimana sering diungkapkan kan sebagai “AKU/SAYA”
Karenanya sang sufi Ibn ‘Atha’illah mengingatkan pentingnya seseorang untuk Bersuluk guna menumbuhkan jiwa.
Ibn ‘Atha’illah juga menyebut jiwa manusia bagaikan pohon yang tumbuh, karena itu jiwa harus ditanam dan dirawat agar dapat tumbuh dan berbuah dengan sempurna, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ ﴿ ﴾ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ ﴿Q.S. Ibrahim [14]: 24-25 ﴾
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimah tayyibah itu seperti pohon yang baik, akarnya teguh, dan cabangnya (menjulang) ke langit; pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.– Q.S. Ibrahim [14]: 24-25
Menurut Ibn ‘Atha’illah, selama seseorang dikuasai ego yang ada dalam diri maka mustahil orang tersebut dapat melihat kebenaran.
Sementara itu kita tahu sebab-sebab ego seseorang seringkali muncul dan terlihat dominan manakala terdapat sesuatu yang menurutnya bisa dibanggakan, seperti: harta, kedudukan, jabatan, kekuasaan atau amal yang disombongkan
Ibn ‘Atha’illah menegaskan, seseorang yang dikuasai ego juga tidak akan mampu mengenal siapa dirinya, tujuannya apa, apalagi untuk melihat dan merasakan buah dari TAKWA
“Sungguh Allah lah yang lebih mengetahui diri kita yang sesungguhnya”.Ibn ‘Atha’illah
Untuk itulah, Ibnu Athaillah mengungkap sebuah kunci agar seseorang dapat menghasilkan buah takwa yang sempurna, yakni dengan mengubur keakuan eksistensi diri, kesombongan diri, ego diri, dalam bumi ketiadaan.
Editor: Ilma Islami
Sumber : qudusiah.org dari Terjemahan dan syarah Al-hikam oleh Zamzam A. J. Tanuwijaya