Minggu, April 28, 2024
Beranda Sample Page

Sample Page Title

Kontras TIMES.COM | Jejak Sejarah- Pasang surut Peradaban Manusia tidak pernah bisa lepas dari dua sisi yang saling berebut dominan, yaitu baik dan buruk saat yang dominan adalah kebaikan maka segala sesuatunya akan membaik, namun jika yang dominan adalah keburukan, maka segala sesuatu akan memburuk, karena itu kita kerap mendengar istilah “Peradaban Jahiliyah” atau istilah lain “Peradaban Purba”.

Meskipun disaat yang sama, Peradaban juga dikaitkan dengan ilmu pengetahuan, Pranata politik, infrastruktur, agama dan prilaku kehidupan sosial masyarakat pada masanya.

Seperti saat ini, sebagai wadah kita mengenal Konsep Politik Demokrasi, kemajuan infrastruktur, teknologi atau penemuan baru dari perkembangan Ilmu pengetahuan yang bisa menghantarkan manusia sampai ke Bulan atau gaya baru kehidupan manusia, mode berpakaian dan lain sebagainya, yang untuk semua perubahan tentunya ditujukan demi harapan “lebih baik” dengan cara yang baik, selanjutnya bisa kita pilah menjadi dua yakni ‘Wadah dan Isi”.

Akan tetapi jika wadah-wadah tersebut berkembang tanpa menjaga isi tetap jernih dan baik, maka yang terjadi adalah ketimpangan dari menjalar ke semua lini kehidupan.

Isi dari peradaban adalah nilai, norma, etika yang tidak hanya dianggap baik, akan tetapi juga dijalankan dan dipegang teguh sebagai pedoman perilaku Budi Pakerti masyarakat pada masa itu.

Akan tetapi, jika nilai, norma, etika tidak lagi terwujud dalam perilaku Budi Pakerti, atau pedoman nilai, norma, etika hanya dipilah-dipilih untuk hanya sesuatu yang menguntungkan diri sendiri, kelompok atau golongan tertentu, maka ISI yang semestinya bersih menjadi keruh, disaat itulah muncul ketimpangan, ketidak Adilan, kejahatan yang lahir dari dua Kelas ekonomi, sosial dan politik, yaitu:

1. Kejahatan Kelas Masyarakat Menengah ke atas (Pejabat, Pengusaha, Profesional dan Orang -orang Konglomerat/kaya).
2. Kejahatan Kelas Masyarakat Menengah ke Bawah (Masyarakat pengangguran, kaum buruh, karyawan dan kelompok -klompok masyarakat yang hidup dalam ketidak adilan sosial, hukum, jabatan dan penguasaan ekonomi -kapitalisme )

Baca Juga:   Rayakan Tahun Baru Islam, SMANTEG Sebar Hastag CintaIslam CintaNKRI

Kejahatan Dua Kelas masyarakat yang tumpang tindih dalam menerima dan menjalankan haknya menjadi akar munculnya kejahatan dengan berbagai pola yang untuk kesemuanya bisa ditengarai dalam dua bentuk, yakni:

Baca Juga:   Ketua KNPI Sentil Rencana NHM di Halbar dan Tunggakan Pembayaran Lahan 1,5 Miliar

1. Kejahatan yang terang (kasar)
2. Kejahatan yang samar (kejahatan yang terlindungi dan sengaja disembunyikan, baik itu lewat Kekuasaan dan Dominasi Kekuasaan, ekonomi maupun politik)

Keadaan yang seperti itu, menandai Rapuhnya Sebuah Peradaban, ISI akan menjadi seperti WADAH, tatkala nilai, etika dan norma tidak lagi ditegakkan, bukanlah kehancuran setiap zaman selalu ditandai ketika aturan -aturan hanya menjadi seperti WADAH yang hanya DIBACA DAN DIHAFAL tapi tidak dilakukan atau tebang pilih kepada siapa dan untuk siapa, seperti pribahasa ketika ILMU tidak diamalkan AMAL tidak ada gunanya.

العلمُ بلا عملٍ جنونٌ، والعملُ بغيرِ علمٍ لا يكونُ

“Ilmu tanpa amal adalah gila, dan amal tanpa ilmu tiada nilainya,” (Hujjatul Islâm Imam Al Ghazali dalam kitab Ayyuha al Walad).

Adapun kuatnya peradaban , juga bisa ditengarai dari seberapa tangguh cipta, rasa, karsa dan karya pada saat itu mampu bertahan melewati roda waktu dari goncangan masa depan, jika itu baik akan tercatat sebagai kontribusi Membangun Peradaban, namun Jika buruk akan tertulis sebagai kontribusi Penyebab Runtuh atau Surutnya Peradaban.

“Perlu diingat, bagian dari bukti Majunya Peradaban masa lalu bidang seni adalah berbagai bentuk karya cipta seni yang mampu bertahan hingga saat ini dan kita ikut melestarikannya, sembari menunggu lahirnya karya cipta seni baru, sebagai pertanda lahirnya peradaban baru”

Sebagai iktibar, Peradaban Manusia yang telah jutaan tahun berkembang dengan berbagai kemajuan bentuk ‘Wadah” yang terbaik pada masa itu, menjadi runtuh ketika Wadah dan Isi tidak lagi seimbang,  dimana sebagian meninggalkan “Wadah” sebagai cerita sejarah, sebagian lain meninggalkan “ISI” sebagai cermin nilai, norma dan etika yang dipegang teguh pada masa itu.

“Menjaga kesinambungan dan kepercayaan nilai, etika, norma dalam praktek Budi Pakerti yang luhur, merupakan pilihan yang paling tepat menjaga WADAH dan ISI tetap stabil dalam keseimbangan mewujudkan Peradaban Manusia yang Luhur”

Penulis : Kasepuhan Luhur Kedaton

Baca Juga:   Buka Munas JAPNAS, Wapres Minta Wujud Nyata Peran Pengusaha dalam Pemulihan Bangsa

Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -

Berita Terbaru

Adblock Detected!

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.