Minggu, April 28, 2024
Beranda Sample Page

Sample Page Title

Kontras TIMES.COM | Jejak Tokoh – Pikiran Raden Paku berkecamuk, hatinya bergemuruh dan air matanya seketika menetes, sembari mendengar cerita dari orang tuanya langsung yakni Syekh Maulana Ishak atau Syekh Ahwalul Islam atau Prabu Anom yang sesekali terdiam kala menyebut istrinya Dewi Sekardadu, yang telah melahirkan Raden Paku.

Hati dan pikirannya yang kalut membuatnya ingin pergi Haji ke-Makah bersama saudaranya Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) Putra Sunan Ampel.

Namun entah mengapa, Syekh Maulana Ishak justru mencegah kedua pergi ke- Makah, dan justru sebaliknya diminta segera pulang ke-Jawa untuk memperbaiki dulu agama di Jawa, sekaligus memberinya bekal segenggam tanah, peristiwa kembalinya Raden Paku dari Pasai ke-Jawa terjadi pada tahun, 1465 M.( Lahir: 1442 M)

Dalam babad Giri Kedaton ditulis: Mangka lestantun lampahe
raden kaleh sami nitih ing
bahita.Nunten ayar alereh ing
negari Pasai sohan dhateng
sang pandhita linuweih ajejuluk
Maulana Awwalul Islam…Nuli
sang pandhita amenging luhung
sira baliya saking ngeriki
amernataha bahe ing agami
jawa malah pakenira Raden
Paku dadiya nata pinandhita
tinuta maring wong sak nusa
jawa.Raden Paku sinung jejeluk
Prabu Satma saha pinaringan
serban rasu’an jubah.Wondinten
Raden Makdum Ibrahim
sinungan jejuluk Prabu Anyu
Krawati (BGK:122-123).

“Maka segera berangkatlah keduanya dengan naik kapal.Mereka berlayar menuju Pasai, singgah kepada pendeta alim bergelar Maulana Awwalul Islam…lalu sang pendeta berkata kembalilah dari sini, perbaikilah dulu agama di Jawa. Dan kau Raden Paku jadilah raja pendeta yang diikuti oleh seluruh penduduk Jawa.Saat itu Raden Paku diberi gelar Prabu Satmata serta diberi surban sekalian jubahnya.
Sedangkan Raden Makdum Ibrahim diberi gelar Prabu Anyu Krawati.(BGK: 161)”.

5 Tahun Prabu Satmoto Keliling Islamkan Nusantara

Diperintah untuk langsung kembali ke Jawa oleh Ayahnya Syekh Maulana Ishak, Raden Paku tak membantah sepatah kata pun apalagi menanyakan alasan ia dilarang ke-Makah, Raden Paku bergegas pulang ke Jawa untuk kembali menemui Paman sekaligus gurunya Kanjeng Sunan Ampel di Ampel Denta.

Dari Ampel Denta, Prabu Satmata mulai berdakwah sembari berdagang keliling Nusantara, kegigihannya dan semangatnya Meng Islamkan Rakyat Jawa Dwipa, menjadikan Prabu Satmata (Raden Paku) begitu tersohor dan disegani .

Perjalanan Dakwah Prabu Satmata (Raden Paku) keliling Nusantara terekam dalam banyak kisah yang diabadikan masyarakat luar pulau Jawa, seperti  Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Baca Juga:   Peringati Hari Juang TNI AD Ke-76, Korem 174/ATW Merauke Gelar Doa Bersama

Bahkan dikisahkan dalam buku karya buku Sultan Suriansyah karya Datu Cendikia Hikmadiraja Ahmad Barjie B yang tayang di halaman website berita Banjarmasin.com, dijelaskan, saat Prabu Satmata (Raden Paku) berdakwah ke Pulau Banjarmasin Kalsel ternyata daerah ini sedang dilanda paceklik. Penduduk banyak yang kekurangan pangan dan sakit-sakitan. Tidak dijelaskan mengapa paceklik itu terjadi, boleh jadi karena gagal panen, kemarau panjang, atau karena sedang terjadi perang saudara antara Pangeran Tumenggung dengan Pangeran Samudera yang berlarut-larut, yang melibatkan pasukan rakyat dalam jumlah besar.

Baca Juga:   Jelang Berbuka Puasa, Polres Madiun Bagikan Ratusan Takjil Kepada Pengendara Bermotor

Masyarakat tidak mampu membeli barang-barang jualannya. Melihat hal ini Jaka Samudra bukannya menjual barang dagangan melainkan membagikannya secara gratis kepada penduduk yang berhak mendapatkan.

Sikap Jaka Samudra ini sangat menggembirakan penduduk Banjarmasin sehingga mereka bersimpati pada Jaka Samudra. Mungkin juga melalui cara itu Jaka Samudra sudah mulai mendakwahi atau mengenalkan agama Islam kepada penduduk Banjarmasin.

Sebaliknya para awak kapal sangat kuatir terhadap keputusan Jaka Samudra karena pasti akan dimarahi Nyi Ageng Pinatih saat pulang nanti. Awak kapal juga kuatir dengan kapal yang kembali dalam keadaan kosong karena biasanya banyak barang dari Banjarmasin terutama hasil bumi dan hasil hutan yang bisa dibawa pulang ke Jawa. Kapal itu bisa oleng dan tenggelam diterjang ombak laut yang ganas.

Jaka Samudra menyuruh agar karung-karung bekas barang dagangan yang dibawa dari Jawa diisi dengan batu dan pasir untuk dijadikan pemberat kapal. Meski berat hati para awak kapal terpaksa menuruti suruhan anak angkat majikannya itu. Sesampai di Gresik, kekuatiran mereka terbukti.

Nyi Ageng marah besar tidak saja kepada para awak kapal tetapi juga kepada Jaka Samudra. Ia kuatir hal itu akan membuatnya bangkrut. Jaka Samudra berusaha menenangkan ibu angkatnya seraya menasihati dengan tausiah agama agar ibunya bersabar dan instrospeksi kalau selama ini terlalu pelit, lupa berzakat dan bersedekah dan hanya berdagang mencari keuntungan saja.

Ibunya kemudian sadar dan bersedia untuk memperbaiki diri. Ia pun mengikhlaskan barang-barang yang terlanjur diberikan Raden Paku di Banjarmasin.

Namun alangkah terkejutnya ketika ia kembali ke kapal, dilihatnya karung-karung yang semula berisi batu dan pasir itu telah berubah menjadi bongkahan emas yang bernilai tinggi. Versi lain menyatakan isinya adalah barang hasil bumi dan hutan yang biasanya dibawa dari Kalimantan, yang kualitas dan jumlahnya jauh melebihi barang-barang yang semula diberikan oleh Raden Paku kepada warga Banjar.

Baca Juga:   Wapres RI Lepas Kloter 1 Jamaah Haji Indonesia Dari Juanda Surabaya

Sejak itu Nyi Ageng Pinatih semakin kaya dan kekayaannya dipakai untuk membantu fakir miskin serta untuk kepentingan menyukseskan dakwah. Ia rajin bersyukur dan tidak ragu lagi bahwa anak angkatnya adalah seorang ulama besar yang memiliki karomah. Jaka Samudra diminta mengurangi aktivitas dagangnya dan lebih memfokuskan diri berdakwah. Ia tinggal di Sidomukti Giri dan mendirikan pondok pesantren di sana. Selanjutnya ia bernama Sunan Giri dan bergabung dalam lingkaran ulama walisongo.

Baca Juga:   Wapres RI Lepas Kloter 1 Jamaah Haji Indonesia Dari Juanda Surabaya

Dari berbagai sumber yang mashur,   Prabu Satmoto (Raden Paku) keliling Nusantara mengajarkan agama Islam ke Masyarakat selama kurun waktu 5 tahun semenjak Pulang dari Pasai tahun 1465 dan kemudian membuka pesantren giri tahun 1470 M,  tahun 1478 M Pesantren Giri berubah menjadi Kasunanan Giri dan Pada Maret 1487 M Kasunanan Giri berdiri sebagai Kerajaan Giri Kedaton.

Nyi Ageng Pinatih Terkejut Kala Kanjeng Sunan Ampel Beri Nama Raden Paku

Berikut Ini dikisahkan dalam Babad Giri Kedaton, Kanjeng Sunan Ampel memberikan penjelasan ke- Nyi Ageng Pinatih:

Kanjeng Suhunan tumingal lajeng kadugi
ing galih.Nuli cinandhak astanipun sebab sampunwikan yen punika tunggil bangsa
tedhaki Nabi Ismail kang saking Rosulullah.Nunten penaringan nama Raden Paku saha den sederekaken kalayan ingkang putra ingkang wasta Makdum Ibrahim, Sinuhun
Bonang.

Nunten Nyahi Gedhe matur punapa rehipun tuan paringi nami Raden Paku.

Mangka angendika Kanjeng Suhunan lah wus sira menenga sun tedha maring Allah putra nira besok dadiya pepakune bumi nusa jawa.(BGK:122)

Kanjeng Sunan Ampel melihatnya lalu tertarik hatinya. Lantas dipeganglah tangan Raden Raden samudra, sebab sudah tahu jika Raden itu satu bangsa sama keturunan Nabi Ismail
hingga dari rasulullah.Raden samudra kemudian diberi nama baru yaitu Raden paku
serta dijadikan saudara angkat dengan anaknya yang bernama Makdum Ibrahim, Sunan
Bonang.

LaluNyai Gedhe bertanya ‘” kenapa diberi nama Raden Paku ?”.Maka menjawab Kanjeng
Sunan, “ tenanglah kamu, saya mohon pada Allah agar putramu besok menjadi pepakune (raja) di bumi Nusa Jawa.(BGK: 160)

Kasepuhan Luhur Kedaton

Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -

Berita Terbaru

Adblock Detected!

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.