Minggu, April 28, 2024
Beranda Sample Page

Sample Page Title

Kontras TIMES.COM | Opini – Saria adalah salah satu Desa yang secara geografis berada di pesisir Barat Halmahera, tepatnya di Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat. Secara historis, Desa Saria menjadi salah satu Desa dengan jejak sejarah yang cukup sulit untuk diketahui unsur kebenarannya.

Namun ada beberapa asumsi yang datang dari beberapa tokoh adat dan masyarakat yang mampu merekam jejak historis Desa tersebut.

Memiliki cultur budaya yang masih terjaga dan tertata rapih, menjadikan Saria sebagai salah satu Desa adat yang diakui oleh lembaga Kesultanan Jailolo. Salah satu aktualisasi cultur budaya tersebut dilakukan pada bulan Juli lalu, yang mana Sultan Jailolo melakukan Doru Gam di Saria. Secara umum, kegiatan Doru Gam merupakan acara kunjungan Sultan ke daerah-daerah tertentu.

Adapun bentuk nilai adat yang masih terjaga sampai saat ini adalah Hasa. Secara Bahasa, hasa merupakan bentuk penyebutan dari tarian cakalele yang menjadi tarian simbolik sebagai bentuk perlawanan atas ketertindasan yang dilakukan oleh bangsa penjajah di Maluku Utara.

Cakalele sendiri sudah popular dan tentunya tak asing lagi ditelinga masyarakat Saria pada khususnya maupun masyarakat Maluku Utara pada umumnya. Masyarakat desa Saria seringkali melakukan tradisi semacam ini manakala seseorang mempunyai niat (perjanjian diri) sebagai bentuk rasa syukur atas limpahan rezeky atau representasi dari nilai luhur.

Tradisi semacam ini biasanya dikenal dengan upacara adat, karena memang pada setiap tahapan acara mempunyai keterlibatan hal-hal yang tak kasat mata, ritual ini sudah dilakukan sedari dulu dan masih dijaga oleh generasi saat ini.

Selain memiliki tradisi dan cultur budaya yang terjaga, Saria juga merupakan salah satu Desa nelayan di Kecamatan Jailolo yang memiliki peran penting pada sektor perikanan.

Yang penulis ketahui dalam Kecamatan Jailolo terdapat beberapa Desa yang masyarakatnya menggeluti sektor perikanan; di antaranya Desa Payo, Bobo, Bobanehena, Galala dan Gamlamo. Namun dari beberapa desa yang disebutkan tidak semua masyarakatnya menggeluti bidang kelautan sebagai mata pencahriannya.

Baca Juga:   KH Musthofa Umar Bahas Tentang Vaksin, Cina dan Hoax

Mayoritas masyarakat Desa Saria yang menaruh harapan terhadap sektor perikanan (nelayan) berkisar 80%, sisanya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan lainnya. Hidup bersinggungan langsung dengan laut membuat masyarakat setempat mampu bertahan hidup secara mandiri dan alamiah serta memanfaatkan bonus geografisnya sebagai harapan dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Baca Juga:   Demokrasi Jokowi: Guntur Soekarnoputra Komentari Artikel Franz Magnis-Suseno

Seiring berjalannya waktu serta pesatnya perkembangan Ilmu  Pengetahuan dan Teknologi, pastinya terdapat perubahan-perubahan tertentu yang dilakukan masyarakat pada tampilan fasilitas pendukung pada sektor perikanan sebagai upaya peningkatan kualitas pendapatan maupun keselamatan bekerja.

Namun masyarakat setempat tetap mempertahankan Giop sebagai transportasi dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan, Giop merupakan kapal yang berbahan dasar kayu dan berukuran cukup besar dengan kisaran muatan 5-7 ton. Selain giop yang digunakan sebagai sarana pendukung aktivitas kelautan, ada juga sarana pendukung lainnya yaitu Rompong (penyebutan oleh masyarakat setempat).

Rompong/rumpon merupakan salahsatu jenis alat bantu penangkapan ikan. Pemasangan rumpon dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar rumpon sehingga ikan mudah untuk ditangkap.

Dalam bahasa kelautan, rumpon merupakan karang buatan yang sengaja didesain untuk ikan agar mudah mendapatkan sumber ketersediaan makanan seperti ikan-ikan kecil dan plankton yang berkumpul disekitar rumpon, dimana ikan dan plankton tersebut merupakan sumber makanan bagi ikan-ikan besar.

Bahan dalam pembuatan rumpon pun masih terbilang tradisional, bambu dijadikan sebagai bahan dasar karena dapat bertahan selama 6 bulan sampai 3 tahun. Kemudian bambu tersebut didesain dengan bentuk pada umumnya.

Selama ini masyarakat nelayan Desa Saria menginisiasi secara mandiri untuk keperluan operasional produksi dari kucuran modal yang diperoleh dari hasil penangkapan selama beberapa bulan kebelakang, transformasinya dari waktu ke waktu mendulang kekaguman sekaligus kealpaan perhatian dari Pemerintah Daerah.

Namun hal tersebut tidak memutuskan matarantai aktivitas nelayan, sebab tolak ukur kesejahteraan masyarakat nelayan berada pada potensi Sumber Daya Alamnya (SDA) yaitu pada sektor perikanan, akan tetapi sarana prasarana pendukung operasional kelautan sangat dibutuhkan oleh nelayan setempat.

Baca Juga:   Pasang Surutnya Peradaban Manusia, Lebih Baik Atau Menurun

Mencari ikan di laut sudah menjadi kebiasaan masyarakat Desa Saria agar dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, hasil tangkapan nelayan desa Saria sebulan penuh berkisar 12>13 ton, dari desa nelayan inilah hampir seluruh masyarakat di Halmahera Barat seakan tak perlu khawatir dengan ketersediaan ikan sebagai bahan konsumsi harian.

Penulis rasa kiranya Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat dapat memberikan perhatian dan sentuhan terhadap nelayan Desa Saria sebagai bentuk kebijaksanaan Pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat.*

Baca Juga:   KH Musthofa Umar Bahas Tentang Vaksin, Cina dan Hoax

Oleh: Gusti Ramli

Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -

Berita Terbaru

Adblock Detected!

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by whitelisting our website.